Sumbarpress – Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Budaya dan Sastra se-Indonesia (ILMIBSI) menggelar kongres di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya (UB), Malang, yang menghasilkan pernyataan sikap penting terkait kondisi sosial-politik dan kebudayaan nasional.
Dalam forum yang dihadiri delegasi mahasiswa Ilmu Budaya dan Sastra dari berbagai perguruan tinggi, ILMIBSI menegaskan komitmennya untuk berada di garda depan menjaga warisan budaya sekaligus mengawal demokrasi.
Pernyataan sikap tersebut disampaikan langsung oleh Koordinator Pusat ILMIBSI, Dedek Wiradi, bersama para Ketua BEM Fakultas Sastra dan Budaya se-Indonesia. Mereka menyampaikan keprihatinan atas maraknya demonstrasi yang berujung pada tindakan anarkis dan perusakan cagar budaya.
ILMIBSI menyoroti beberapa insiden yang mencoreng wajah kebudayaan bangsa, mulai dari perusakan Museum Bagawanta Bhari di Kediri, pembakaran Gedung Grahadi dan Polsek Tegalsari di Surabaya, hingga kasus vandalisme terhadap situs sejarah lain di Indonesia.
“Merusak cagar budaya sama artinya dengan merobek identitas kolektif bangsa. Itu bukan hanya menghilangkan artefak sejarah, tetapi juga menghancurkan memori kebangsaan yang menjadi penopang jati diri Indonesia,” tegas Dedek.
Dalam sikap resminya, ILMIBSI menekankan empat poin utama:
Pertama, menghormati hak demokratis rakyat dengan menegaskan bahwa kebebasan berekspresi tidak boleh berubah menjadi kebebasan merusak warisan bangsa.
Kedua, mengecam keras vandalisme dan perusakan warisan budaya sebagai bentuk pengkhianatan terhadap memori kolektif.
Ketiga, ILMIBSI berkomitmen mengawal pelestarian warisan budaya melalui riset, diskusi akademik, edukasi publik, hingga kampanye kesadaran budaya.
Keempat, ILMIBSI menggugat tindakan represif aparat dalam menghadapi demonstrasi yang berujung pada jatuhnya korban.
“Aparat seharusnya menjadi pengayom rakyat, bukan alat kekuasaan untuk membungkam aspirasi. Reformasi harus terus dijaga agar keadilan dan demokrasi substantif benar-benar terwujud,” ujar Dedek.
Lebih jauh, ILMIBSI menegaskan bahwa mahasiswa Ilmu Budaya dan Sastra memiliki tanggung jawab sosial dan moral di luar kampus. Mereka tidak hanya belajar tentang kebudayaan, tetapi juga mengembannya sebagai pijakan untuk memperkuat persatuan bangsa di tengah arus perubahan sosial-politik.
“Kami percaya kebudayaan bukan hanya warisan, tetapi juga fondasi membangun masa depan. Setiap tindakan merusak cagar budaya dan sejarah bangsa sama dengan mengkhianati generasi mendatang,” tutup Dedek Wiradi.